Aku ingin menulis surat di dada malam yang terbelah
Karena asa nyaris lebur di badan jalanan,
Sepucuk Surat Senyap dari Trotoar Jalan
Kita harus menanam luka
Pada setiap gerimis
Pada setiap fajar
Pada setiap langkah yang terjerembab
Dan harapan yang dijegal dengan serentak
Kita harus benar-benar menanam duka
Biarkan saja airmata itu berguguran
Biarkan langit menyunting kegetiran
Biarkan malam-malam menjadi candu dari segala candu dari segala yang bertalian dengan luka yang membiru
Kita pun tau harga jeritan itu relatif lebih murah daripada desahan
Menjeritlah, dalam bisikmu yang paling sesak.
Agar segala rasa yang tertahan menjadi do'a yang didengar oleh jagat kehidupan.
Biarkan orang-orang menertawakanmu sampai dia mati karena kehabisan cakap untuk memaki,
Biarkan orang-orang tak melempar tanya ataupun senyum padamu
Biarkan
Biarkan mereka memburu seribu tepuk tangan dewa dan sentuhan dari para pemuja syurga
Diamlah, ada janji langit yang mesti kau percaya
Janji yang tak ada sangsi
Sambutlah segala badai, segala topan, segala yang menyakitkan.
Karena tak ada bintang kalau tak ada gelap malam
Karena rembulan paling indah hanya ada dikegelapan
Jangan biarkan dirimu lenyap dlm kegaduhan
Dalam pengharapan
Dalam angan-angan yang tak punya pegangan
Sekarang mari kita bicara kesederhanaan
Kita lupakan semua
Untuk mengingat semua
Menitip lupa pada jurang-jurang paling nyaman.
Mari kita baca lagi Basmalah dengan segenap pasrah
Kita nikmati apa yang tersaji yang telah menjadi milik kita sendiri
Kita beri apa yang kita miliki
Kita redam segala prasangka
Segala iri dengki
Segala yang hanya bisa membunuh hati
Mari kita ingat Petani, nelayan, tukang becak, sopir, anak-anak yang bermain kelereng,
Mereka adalah salah satu guru kesederhanaan,
Kau harus tau, bahwa tak ada bahagia tanpa kesederhanaan.
Kau harus tau, cinta tanpa do'a adalah derita
Berdo'alah
Agar keajaiban terjadi berulang kali
Agar kegelisahan tak menjadi duri, melainkan menjadi puisi.
Bandung, 010215 20:18