do'a-do'a usang itu masih terjaga eN,
menanti teriakan mu, di malam purnama sempurna
bukan srigala,
tapi menjadi manusia .
eN, do'a itu menjelma matamu
lagi
aku rakus memeluknya ..
aku tutup malam ini dengan seribu tegukan do'a.
lantas aku kembali mati .
untuk hidup kembali.
dalam keadaan mati pun
aku masih menggenggam rindu
dan berulang-ulang ku panggil namamu do'a ..
malam ini eN,
ya malam ini ..
malam tak berselimut
selain rindu yang kian menebal
di pelipis sang rembulan ..
menjaga do'a langit ..
sementara nadi nyaris terpenggal
catatan yang terpenggal-penggal
mimpi apa mimpi kemarin
entahlah
entah menjamur di pelataran malam
biarlah gerimis malam ini
damaikan ribuan rintih yang tak pernah terjamu
hidangan makan malam ..
malam yang berkuasa eN.
aku tak menjadi ngerti, di jiwamu.
angin yang merobohkan naluri mega
menggigil pada spasi reranting rindu ..
harapan itu bermunculan,
lalu meranggas
lalu menyembul
lalu terjerembab
lalu membuncah
lalu mengering
lalu basah
lalu gelisah
lalu pasrah
lalu beranak-pinak berkembang biak
lalu menepi
lalu sepi
dan tak mati-mati ..
deras
mengalirlah di antara badai .
merapihkan senja
yang tercecer di pelataran waktu yang usang ..
aku cari lagi lembaran namamu eN
yang tak pernah ku ketahui
di antara deru drone dan tarian nuklir timurtengah
pada ujung mesiu meriam thaliban
atau juga sajak-sajak Al-Qaeda ..
lalu asap mengepul dari mulutku
serupa kemelut Hiroshima dan Nagasaki
menyemai rentetan tangis tanpa jeda
menjamur pada falsafah jarak dan waktu
dan namamu eN
menjadi sajak yang terbuat dari darah neraka
bersukma nirwana ..
namamu terpampang pada ribuan halaman koran dan majalah
Times, Forbes, RollingStones, NEwyork, paparazi, BBC, pun
Pikiran-Rakyat, Kompas, MI, Tempo, Tribun, dari Sabang Post hingga
Greenland post kalaupun ada.
namamu tercatat hingga sidratul muntaha
dan semua sama, menulis namamu bersanding dengan sebuah judul yang tak
pernah ku mengerti maknanya "PENABUH SEPI, PENABUR SUNYI, Pengganti
Izrail di dunia paling PUISI"
eN.. namamu berlarian dlam gugusan jiwaku.
merangkai rindu menjadi biduk paling anggun dlm sukmaku ..
malam tergantung di lafadz kerinduan, kerana engkau tak pernah ngerti makna kesunyian. eN
fajar mengajariku arti kekuatan, dan senja mengajariku makna kerinduan.
lantas siang dan malam apa gunanya?
disana aku terjebak rindu.
langit itu berdentang keras, eN
meneriakan rindu yang tak pernah membeku
di buku-buku waktu
yang aku tau kini banteng dan garuda merias muka
dengan slogan dan epidemi janji.
menebar senyum dan membaca mantra
agar kita lupa episode yang pernah di kecam dunia.
membius kita dengan metode door to door
yang di temukannya.
eN, kini kau tlah berganti nama .
mengeja malam
tanpa rembulan
hanya angin yang sesekali meringis kesakitan ..
ini tentang Cinta dan hakikat bahagia sejati.
dan rindu yang berdentang pada setubuh langit dan bumi ..
tanpa langit yang berkaca-kaca tanpa suara ..
menjaga tasbih ini
aku mesti mati berpuluh-puluh ribu kali eN.
kembali ke syurga, usai tersesat di dunia.
kembali ke A, usai terdampar di Z.
tersungkur pada sajadah rindu dari langit.
berdo'alah untukku, do'a.
temani Aku
di persidangan sepi.
aku membisu di sudut secangkir kopi yang lantang mencemooh beribu kali.
aku. sendiri.
seperti permainan katamu dalam sajak paruh waktu, merajamku dg rindu yg tk pernah tau makna jemu.
kosong, ketika purnama tak lagi punya nama ,.banyak yang hilang
dan semuanya tentang kerinduan
terseret ke pusaran keheningan, dan terbiar di pusara kekosongan
Sabtu, 20 September 2014
Kamis, 07 Agustus 2014
Perapian Malam
aku bawa jantungku ke ujung mata pisau
paling runcing
aku tikam bersama sunyi pagi sepi senja
biar tak lagi ada detak dan detik yg terdengar
rindu ini
hanya mengerti satu bahasa
'indahnya pertemuan dgMu"
kidung rembulan dan senandung angin malam
lengkap dengan melankolis sepi
dan wirid sunyi
lekaslah bermimpi ..
hanya tersisa sepotong malam ..
ku susuri lagi
jalan-jalan kota ini
sendiri ...
membakar rindu di perapian malam..
bersama pekik rembulan ..
tasbih rindu jatuh di sunyi ..
wirid langit tergenggam halilintar ..
ini malam
gairahku membara pada ribuan cangkir kopi ..
usai gelegar halilintar dan tarian hujan banjiri jiwa ragaku ..
sebentar lagi
Aku
kembali hidup
sebentar lagi ..
usai melupakanmu ..
melupakanmu adalah kado terindah kedua setelah syurga
ketika Aku SEKARAT.
di saat itulah Aku HIDUP.
kita
menggelinding menyegarkan masa lalu
dan
waktu
hidup
kembali ..
seperti rindu kita
saling membunuh .
menjelma nyanyian jiwa ..
sesaat setelah senja bersajak tentang kerinduan..
sementara kita berkelahi dengan gerimis
dan langit
hanya mampu tersenyum
sesekali menghidangkan halilintar
sekedar untuk cemilan nanti malam ..
di jiwaku.
ribuan wajah mengaduh.
di sukmaku.
triliyunan kata melesat menembus celah" yg tak pernah di ketahui keberadaannya.
aku tak pernah ngerti smua makna tentang mu.
yang aku tau, kau adalah makhluk.
lalu seribu jemari sunyi itu, gemulai memetik senja brdawai bianglala.
dan aku.
terpenggal sajak.
malam ini ku kerat nadi, sesaat
merinduimu
sebelum langit terpecah belah
kerana sunyi melahirkan seribu cakar gelisah ..
dan metafora kata-kata yang mencengkram
asa untuk esok malam ...
bersama nada ku kemas lagi waktu.
merinduiMu.
kembali.
orang-orang berlarian untuk di hinakan ..
sementara arti kesederhanaan, mereka campakan..
tasbih gerimis dan secangkir puisi.
tetes rinduku berkarat pada tulang-belulang kata-kata ..
ada lamunan juga kenangan berdetak
merangkak ..
merangkak ..
Seribu Luka? belum cukup
Sejuta lebih
bahagia adanya
kosong.
tak ada aksara yang melafalkan rindu.
tak ada kata yang mengeja nama.
kekosongan yg menyempurnakan makna.
ada do'a terjerembab di antara lirih istighfar
...
sedang berpuluh-puluh ribu malam
telah usai tanpa pelukan nyata ..
kita meremang bersama rindu ..
namun reranting rindu tak pernah tergoda tuk rapuh
meski samodra, membawa seribu pesan malapetaka..
tentang rindu tak bernama, hanya bernyawa pada garis sepertiga malam.
menjaga jelaga puisi jalanan serta bising mesin di jantung malam.
kita melegam bersama rembulan.
tegak menyikapi hidup merangkai kenyataan merangkum kewajaran.
Aku panggang beribu-ribu rindu
hingga hangus dan tak lagi membakar jiwaku .
Aku akan membakar rindu ini
meski dengan terpaksa.
malam ini
ya malam ini !!
akan ku penggal rindu
ku hanyutkan pada belantara samodra
aku tenggelamkan pada geram secangkir kopi hitam.
aku mulai muak
rindu berderak melebihi jantung berdetak..
sementara ribuan tanya melebam di dada malam ..
kita
hanya mampu mengeja malam
bukan kita ..
menjaga langit
menjaga puisi bukit
terjaga di antara do'a
terjaga menghimpun asa ..
aku lihat
di matamu darah menjelma lembayung senja
aku lihat
di matamu air mata menjelma sajak di jiwaku .
tanyakan padaku tentang rindu !!
meski sekali .
berjudi dg rindu.
sepahit kopi hitam.
setebal asap kretek sembilan.
kegaduhan merangkak pada jantung do'a-do'a
merepih mega-mega.
lagi
secangkir kopi tak hendak membisu
di tarian bibir sepi ..
di antara tebing-tebing langit
dan pilar-pilar malam
juga labirin-labirin senja
aku terdidik bahasa rindu.
dan malam
kembali meremas sajak
yang terbuat dari nurani jiwa
menjelma nyanyian paling purba
kembali
aku gemetar ..
memilah-milah takdir
mendiskusikan dengan forum sunyi
akbar dan menggetarkan sanubari bumi ..
ada opera nyata menyala di bwah tapa surya
tanpa sutradara atau skrip dan cerita
mengalir bersama do'a-do'a yang bergema
dari makhluk yang bernama manusia
ya ! do'a nya semakin berkarat dan menyayat
setiap kali nadi berdetak merobek sunyi ..
paling runcing
aku tikam bersama sunyi pagi sepi senja
biar tak lagi ada detak dan detik yg terdengar
rindu ini
hanya mengerti satu bahasa
'indahnya pertemuan dgMu"
kidung rembulan dan senandung angin malam
lengkap dengan melankolis sepi
dan wirid sunyi
lekaslah bermimpi ..
hanya tersisa sepotong malam ..
ku susuri lagi
jalan-jalan kota ini
sendiri ...
membakar rindu di perapian malam..
bersama pekik rembulan ..
tasbih rindu jatuh di sunyi ..
wirid langit tergenggam halilintar ..
ini malam
gairahku membara pada ribuan cangkir kopi ..
usai gelegar halilintar dan tarian hujan banjiri jiwa ragaku ..
sebentar lagi
Aku
kembali hidup
sebentar lagi ..
usai melupakanmu ..
melupakanmu adalah kado terindah kedua setelah syurga
ketika Aku SEKARAT.
di saat itulah Aku HIDUP.
kita
menggelinding menyegarkan masa lalu
dan
waktu
hidup
kembali ..
seperti rindu kita
saling membunuh .
menjelma nyanyian jiwa ..
sesaat setelah senja bersajak tentang kerinduan..
sementara kita berkelahi dengan gerimis
dan langit
hanya mampu tersenyum
sesekali menghidangkan halilintar
sekedar untuk cemilan nanti malam ..
di jiwaku.
ribuan wajah mengaduh.
di sukmaku.
triliyunan kata melesat menembus celah" yg tak pernah di ketahui keberadaannya.
aku tak pernah ngerti smua makna tentang mu.
yang aku tau, kau adalah makhluk.
lalu seribu jemari sunyi itu, gemulai memetik senja brdawai bianglala.
dan aku.
terpenggal sajak.
malam ini ku kerat nadi, sesaat
merinduimu
sebelum langit terpecah belah
kerana sunyi melahirkan seribu cakar gelisah ..
dan metafora kata-kata yang mencengkram
asa untuk esok malam ...
bersama nada ku kemas lagi waktu.
merinduiMu.
kembali.
orang-orang berlarian untuk di hinakan ..
sementara arti kesederhanaan, mereka campakan..
tasbih gerimis dan secangkir puisi.
tetes rinduku berkarat pada tulang-belulang kata-kata ..
ada lamunan juga kenangan berdetak
merangkak ..
merangkak ..
Seribu Luka? belum cukup
Sejuta lebih
bahagia adanya
kosong.
tak ada aksara yang melafalkan rindu.
tak ada kata yang mengeja nama.
kekosongan yg menyempurnakan makna.
ada do'a terjerembab di antara lirih istighfar
...
sedang berpuluh-puluh ribu malam
telah usai tanpa pelukan nyata ..
kita meremang bersama rindu ..
namun reranting rindu tak pernah tergoda tuk rapuh
meski samodra, membawa seribu pesan malapetaka..
tentang rindu tak bernama, hanya bernyawa pada garis sepertiga malam.
menjaga jelaga puisi jalanan serta bising mesin di jantung malam.
kita melegam bersama rembulan.
tegak menyikapi hidup merangkai kenyataan merangkum kewajaran.
Aku panggang beribu-ribu rindu
hingga hangus dan tak lagi membakar jiwaku .
Aku akan membakar rindu ini
meski dengan terpaksa.
malam ini
ya malam ini !!
akan ku penggal rindu
ku hanyutkan pada belantara samodra
aku tenggelamkan pada geram secangkir kopi hitam.
aku mulai muak
rindu berderak melebihi jantung berdetak..
sementara ribuan tanya melebam di dada malam ..
kita
hanya mampu mengeja malam
bukan kita ..
menjaga langit
menjaga puisi bukit
terjaga di antara do'a
terjaga menghimpun asa ..
aku lihat
di matamu darah menjelma lembayung senja
aku lihat
di matamu air mata menjelma sajak di jiwaku .
tanyakan padaku tentang rindu !!
meski sekali .
berjudi dg rindu.
sepahit kopi hitam.
setebal asap kretek sembilan.
kegaduhan merangkak pada jantung do'a-do'a
merepih mega-mega.
lagi
secangkir kopi tak hendak membisu
di tarian bibir sepi ..
di antara tebing-tebing langit
dan pilar-pilar malam
juga labirin-labirin senja
aku terdidik bahasa rindu.
dan malam
kembali meremas sajak
yang terbuat dari nurani jiwa
menjelma nyanyian paling purba
kembali
aku gemetar ..
memilah-milah takdir
mendiskusikan dengan forum sunyi
akbar dan menggetarkan sanubari bumi ..
ada opera nyata menyala di bwah tapa surya
tanpa sutradara atau skrip dan cerita
mengalir bersama do'a-do'a yang bergema
dari makhluk yang bernama manusia
ya ! do'a nya semakin berkarat dan menyayat
setiap kali nadi berdetak merobek sunyi ..
menjadi sajak menjelma do'a
malam yang mengacuhkan segala-galanya
hingga rembulan dan jutaan nama bintang
enggan hadir
meski sekedar menyapa...
sunyi tak berkesudahan..
tentang langit
yang mengerti bahasa penghuni mega
dan detak naluri jiwa
tentang senja
yang tetap bersua
meski gerimis memecah utuh jiwanya.
melengking
laksana lafadz iradatMu
tatkala aku tersungkur dalam basah sajadah
sepertiga malam..
malam malam
tanpa malam
dan angin malam
bersiteru dengan kelam
diam
lalu hilang
hitam
hitam
menjadi sajak
kita
terdidik senjakala
sesaat
usai air mata tak hendak reda ..
titik itu bernama kerinduan
garis itu bernama kenyataan
dan lukisan itu ternamakan keabadian..
menjelma tawa paling liar.
usai ribuan kata menjadi kota.
sebagian orang berdo'a untuk hidupnya
sebagian lagi ada yang mengharap lagi
beberapa orang bicara sepi, sunyi, hening, senyap..
beberapa orang bicara cinta, perjuangan, tangis dan rindu.
aku
diam.
hingga rembulan dan jutaan nama bintang
enggan hadir
meski sekedar menyapa...
sunyi tak berkesudahan..
tentang langit
yang mengerti bahasa penghuni mega
dan detak naluri jiwa
tentang senja
yang tetap bersua
meski gerimis memecah utuh jiwanya.
melengking
laksana lafadz iradatMu
tatkala aku tersungkur dalam basah sajadah
sepertiga malam..
malam malam
tanpa malam
dan angin malam
bersiteru dengan kelam
diam
lalu hilang
hitam
hitam
menjadi sajak
kita
terdidik senjakala
sesaat
usai air mata tak hendak reda ..
titik itu bernama kerinduan
garis itu bernama kenyataan
dan lukisan itu ternamakan keabadian..
menjelma tawa paling liar.
usai ribuan kata menjadi kota.
sebagian orang berdo'a untuk hidupnya
sebagian lagi ada yang mengharap lagi
beberapa orang bicara sepi, sunyi, hening, senyap..
beberapa orang bicara cinta, perjuangan, tangis dan rindu.
aku
diam.
Senin, 14 Juli 2014
Gaza
Gaza
Puisi Tuhan
yang menyembunyikan kasihNya
pada gerimis bermata nuklir
Gaza
Puisi Tuhan
Isyarat syurga
pada darah syuhada
Gaza
Puisi Tuhan
teka-teki bumi
namun arahnya pasti
Gaza
Puisi Tuhan
Do'a dan purnama
gemetar
Gaza
Puisi Tuhan
Al-Aqsa
Palestina
Di sana Tuhan adanya ..
Gaza
Palestina
Do'a Kami Bersamamu
Puisi Tuhan
yang menyembunyikan kasihNya
pada gerimis bermata nuklir
Gaza
Puisi Tuhan
Isyarat syurga
pada darah syuhada
Gaza
Puisi Tuhan
teka-teki bumi
namun arahnya pasti
Gaza
Puisi Tuhan
Do'a dan purnama
gemetar
Gaza
Puisi Tuhan
Al-Aqsa
Palestina
Di sana Tuhan adanya ..
Gaza
Palestina
Do'a Kami Bersamamu
Jangan Panggil Aku, Penyair
Aku tak pandai membuahi kata-kata
lantas jadi puisi
maka jangan panggil Aku
Penyair
kalaupun suatu waktu
keluar dari mulutku kata-kata
yang menggetarkan langit
atau serupa bianglala
yang sering kau sebut titian bianglala
tetap saja, jangan panggil Aku
Penyair
anggap saja itu basa-basi
atau interupsi kegaduhan sunyi
atau juga melodi mimpi
yang tak di terjemahkan sepi
aku bahkan tak kenal Pabo Neruda, Gabo, Gibran
Rumi, M. Iqbal, atau Sapardi, Zawawi, Taufik Ismail,
Rendra ataupun Yapi Tambayong yg entah bagaimana berganti nama Remy Sylado.
yang Aku kenal hnya Mang Bahro, kata-kata tulen filsafat sunda, b
ahkan mungkin kini bahasa yg di ucapnya tlah lenyap dari kamus dunia.
juga Ma Okon, penakluk 4 sapi di kampungku, yg paling mahir memainkan peran antagonis ataupun protagonis
Jangan panggil Aku, penyair
kata-kata ku tak pernah singgah di majalah
apalai koran ternama
hanya menjadi bahan bakar sepi
dan suluh ketika sunyi mengutuk diriku sendiri
to be continued ..
lantas jadi puisi
maka jangan panggil Aku
Penyair
kalaupun suatu waktu
keluar dari mulutku kata-kata
yang menggetarkan langit
atau serupa bianglala
yang sering kau sebut titian bianglala
tetap saja, jangan panggil Aku
Penyair
anggap saja itu basa-basi
atau interupsi kegaduhan sunyi
atau juga melodi mimpi
yang tak di terjemahkan sepi
aku bahkan tak kenal Pabo Neruda, Gabo, Gibran
Rumi, M. Iqbal, atau Sapardi, Zawawi, Taufik Ismail,
Rendra ataupun Yapi Tambayong yg entah bagaimana berganti nama Remy Sylado.
yang Aku kenal hnya Mang Bahro, kata-kata tulen filsafat sunda, b
ahkan mungkin kini bahasa yg di ucapnya tlah lenyap dari kamus dunia.
juga Ma Okon, penakluk 4 sapi di kampungku, yg paling mahir memainkan peran antagonis ataupun protagonis
Jangan panggil Aku, penyair
kata-kata ku tak pernah singgah di majalah
apalai koran ternama
hanya menjadi bahan bakar sepi
dan suluh ketika sunyi mengutuk diriku sendiri
to be continued ..
eN-N-endonesia
"jika pemerintah kotor, maka puisi yang membersihkannya" kata seorang tokoh
puisi itu bukan dusta
sekalipun dia berdusta
kini
namamu berganti, eN
entah kenapa, aku tak pandai mencari
yang aku tau kini banteng dan garuda merias muka
dengan slogan dan epidemi janji.
menebar senyum dan membaca mantra
agar kita lupa episode yang pernah di kecam dunia.
membius kita dengan metode door to door
yang di temukannya ..
namamu berganti, eN
Aku tak ngerti
yang aku pahami
Reformasi lahir dari persetubuhan orla dan orba yang saling melaknat
bukan dari idealisme dan nurani.
tapi ....... kau mungkin paham
kerana kau tlah berganti nama.
hujan kemarin sore
masih sisakan badai dalam otakku yang terkulai letih
bercengkrama dengan malam
yang menghadirkan kegelisahan di samping jiwa
yang porakporanda kerana nasib dan keinginan tuk bangkit.
eN, di sini tak ada lagi kesetiaan
yang ada hnya pengkhianatan dan kutukan
yang di ulang-ulang dari rezim ke rezim
eN, puisi kita tak bermakna jiwa hanya bersemayam dalam dada
dan revolusi dengan puisi, harus terjadi .
(bersambung)
puisi itu bukan dusta
sekalipun dia berdusta
kini
namamu berganti, eN
entah kenapa, aku tak pandai mencari
yang aku tau kini banteng dan garuda merias muka
dengan slogan dan epidemi janji.
menebar senyum dan membaca mantra
agar kita lupa episode yang pernah di kecam dunia.
membius kita dengan metode door to door
yang di temukannya ..
namamu berganti, eN
Aku tak ngerti
yang aku pahami
Reformasi lahir dari persetubuhan orla dan orba yang saling melaknat
bukan dari idealisme dan nurani.
tapi ....... kau mungkin paham
kerana kau tlah berganti nama.
hujan kemarin sore
masih sisakan badai dalam otakku yang terkulai letih
bercengkrama dengan malam
yang menghadirkan kegelisahan di samping jiwa
yang porakporanda kerana nasib dan keinginan tuk bangkit.
eN, di sini tak ada lagi kesetiaan
yang ada hnya pengkhianatan dan kutukan
yang di ulang-ulang dari rezim ke rezim
eN, puisi kita tak bermakna jiwa hanya bersemayam dalam dada
dan revolusi dengan puisi, harus terjadi .
(bersambung)
Sabtu, 10 Mei 2014
Reranting Rindu (Untuk eN)
: eN
ketika senja menjelma di pelupuk jiwa
kita kembali bertarung dengan rindu
bertaruh dengan air mata
berdarah-darah bersenggama dengan kata dan do'a
puisi atau rentetan melankolia purba
jau ritme jeda
yang tebata-bata
kita semakin tak ngerti
akan rindu pun bahasa qalbu
yang kian waktu kita santap tanpa ragu
entahlah
beribu-ribu lipatan senja
kian kokohkan rindu di singgasana biru
dan kita
seperti biasa
BERJUDI DENGAN AIR MATA
mendung yang berjelaga darah itu
legam membisikan kegundahan
namun reranting rinfu
tak pernah tergoda tuk rapuh
meski samodra
membawa seribu pesan malapetaka
duhai langit
tak bisakah kau jelmakan rindu
pada biru jiwamu
duhai samodra
bacakanlah sajak rindu paling nyalang
biarkan menjadi tsunami atau badai
musnahkan seribu granat kegelisahan
lagi
surya membeku di gigil aksara
yang membisu di buku-buku waktu
kembali
kita punguti asa yang tercecer
di antara reruntuhan puisi
kemarin
ketika senja menjelma di pelupuk jiwa
kita kembali bertarung dengan rindu
bertaruh dengan air mata
berdarah-darah bersenggama dengan kata dan do'a
puisi atau rentetan melankolia purba
jau ritme jeda
yang tebata-bata
kita semakin tak ngerti
akan rindu pun bahasa qalbu
yang kian waktu kita santap tanpa ragu
entahlah
beribu-ribu lipatan senja
kian kokohkan rindu di singgasana biru
dan kita
seperti biasa
BERJUDI DENGAN AIR MATA
mendung yang berjelaga darah itu
legam membisikan kegundahan
namun reranting rinfu
tak pernah tergoda tuk rapuh
meski samodra
membawa seribu pesan malapetaka
duhai langit
tak bisakah kau jelmakan rindu
pada biru jiwamu
duhai samodra
bacakanlah sajak rindu paling nyalang
biarkan menjadi tsunami atau badai
musnahkan seribu granat kegelisahan
lagi
surya membeku di gigil aksara
yang membisu di buku-buku waktu
kembali
kita punguti asa yang tercecer
di antara reruntuhan puisi
kemarin
Langganan:
Postingan (Atom)