:saudaraku
masih kau biarkan sepi mengobrak-abrik pikiranmu?
merobek-robek kotak jiwamu?
sedang di luar sana orang tlah berlari menuju Mars,
bukan dg Apollo 11, bukan juga Boeing 737.
tapi dengan mimpi yang di nyatakan, dengan optimis tanpa logika
Apa kau masih biarkan sepi telanjangi hari-harimu?
sedang usia kain berkarat di rendam air mata sekarat.
Masih kau biarkan sepi mengutuk kata-katamu?
dan sunyi tertawakan mimpi-mimpi kita di malam buta.
tanpa sebuah not tercipta dari partitur do'a/
kita tak lantas bangkit, ataukah asyik dengan cita-cita dan khayalan.
kita hanya duduk berteman secangkir kopi dan batangan-batangan rumput liar.
dan kata-kata bertunas menjadi puisi di bibir kita
lantas kita menyebut diri kita penyair?
meski tidak sama sekali.
kau masih biarkan sepi berceramah tentang resah, gelisah
dan ketidakpastian hari esok.
dan Kau masih setia menjadi mustami layaknya ibu-ibu pengajian.
gerimis berdesau 'aamiin' untuk setiap kata yang di sulut mulut sepi
dengan koor sempurna pecahkan keutuhan jiwa.
kau berkata tanpa suara
berdebat hebat dengan dirimu sendiri yang tak lain adalah orang lain
mengajukan kasasi atas sepi ygn menghukummu, meminta banding atas putusan hakim-hakim itu sendiri
kau berusaha menjadi advokat untuk dirimu sendiri dan memulai bicara tentang fakta, opini, pasal,
KUHP, doktrin, vonis, alibi, dan semua yang tak pernah kau ketahui maknanya.
Kau mengadu pada rumput yang kau gulung dan kau bakar tanpa rasa bersalah.
kau mulai bersajak, berpuisi, memainkan lakon teater paling hebat layaknya aktor di broadway.
mengemis tepuk tangan penonton dan kepingan-kepingan logam yang bisa kau gantikan dengan lamborgini,
audy, mercy, porch, ferrari, atau juga harley, bentley, enfield, ducati yang nyaris semuanya tak kan pernah kau miliki
hanya karena mimpi yang kau larungkan dari hari ke hari
Kau mengaduh pada seteguk kopi, bermain air mata dan ekspresi jiwa.
kau merengek, kadangpula mencaci
tapi entah mencaci apa dan siapa
Kau tersedu-sedu dengan sempurna
dengan spasi isak tangis yang sempurna pula
namun miris kembali menjadi penutup asa mu malam ini
semuanya membisu
rumput yang ku bakar hanya mengepulkan asap yang sering kau sebut itu inspirasi
dan kopi hanya sisakan dedak pekat sepekat harapanmu.
namun masih saja kau sebut keduanya syurga sementara di muka dunia.
Kau masih biarkan Sepi?
abadi sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar